BENCANA UMMAT ISLAM DI INDONESIA TAHUN 1980-2000
GERAKAN
reformasi, tidak saja berhasil memaksa Soeharto mundur dan lengser dari
singgasana kekuasaan yang telah didu-dukinya selama tujuh periode (1968- 21 Mei
1998). Tetapi juga, berhasil mengungkap-kan misteri nina bobok politik rezim
orde baru yang selama bertahun-tahun mencekam dan menipu berjuta-juta rakyat
Indonesia. Selain itu, reformasi yang dipelopori mahasiswa dan rakyat, mampu
membuka mata hati kita, ternyata ada yang salah dalam pengelolaan negara ini,
sehingga akibatnya bangsa Indonesia ditimpa musibah dahsyat di bidang ekonomi,
politik, sosial dan moral.
Sejak
awal berkuasa, rezim Soeharto telah dengan cerdik melahirkan berbagai produk
hukum, baik dengan cara mengadopsi hukum warisan kolonial, produk orde lama
atau bahkan perpaduan dari keduanya, untuk digunakan sebagai katup penyumbat
terhadap partisi- pasi politik Islam serta kaum muslimin dalam pengelo- laan
pemerintahan dan negara. Mulai dari Kopkamtib, Asas Tunggal, UU Perkawinan
hingga pembantaian serta penangkapan aktivis muslim seperti tragedi DOM (Daerah
Operasi Militer) di Aceh, Tanjung Priok, Lam-pung Berdarah, Komando Jihad, NII
dan kasus-kasus lain yang dikategorikan melanggar UU anti subversi. Seluruh
peristiwa itu, telah meninggalkan luka yang memedihkan dan menyengsarakan
ribuan kaum muslimin.
Misteri
dan kekuatan apa sesungguhnya yang membuat rezim dikta-tor Soeharto mampu
bertahan sedemikian lama? “Kelanggengannya, terletak pada kemampuannya melibas
segala kekuatan oposisi yang mengancam stabilitas kekuasaannya”, jawaban yang
diperoleh dalam buku ini. Untuk mengabadikan kediktatorannya, maka sebagaimana
Fir’aun di zaman Mesir kuno, Soeharto juga menggunakan preman-preman politik
sebagai sumber kekuatan perusak, yaitu Hamman dari kelompok teknokrat, Qarun
mewakili konglomerat, Bal’am bin Ba’urah dari majelis ulama, dan tentara.
Akibatnya
sungguh dahsyat. Selama 32 tahun rezim Soeharto ber-kuasa, hampir tak pernah
sepi dari operasi militer di dalam negeri. DOM (Daerah operasi militer) yang
diciptakan di Aceh, sekedar contoh, telah menimbulkan malapetaka berkepanjangan
bagi kaum muslimin di dae-rah tersebut. Ribuan laki-laki dibunuh, ibu-ibu
menjadi janda dan wanita-wanita diperkosa. Apa dosa mereka sehingga menerima
perlakuan hina dan memilukan itu? Karena mereka orang-orang Islam yang dituduh
anggota gerakan pengacau keamanan.
Buku
ini, dengan lengkap dan rinci mengisahkan tentang mihnah (tragedi) yang menimpa
rakyat dan umat Islam di Indonesia. Penerbitan buku yang disusun oleh “Tim
Peduli Tapol” Amnesti Internasional ini, bertujuan melanjutkan misi tim
penyusun sebagai wujud kepeduliannya terhadap: “Ratusan kaum muslimin yang
menjadi korban penyiksaan dan penghinaan para Jallad (algojo), yang sebagian
besar dari mereka kini sudah uzur, dan lainnya menerima perlakuan keji yang
tidak adil”.
Selain
tujuan yang telah disebutkan di atas, penerbitan buku yang aslinya berjudul
“Mihnatul Islam fie Indonesia”, Tragedi Islam di Indonesia juga dimotivasi oleh
tiga hal. Pertama, ingin mengungkapkan secara lebih jujur dan transparan
tentang kejahatan sebuah rezim yang selama ber-tahun-tahun dipuja-puja
sedemikian rupa, tetapi pada akhirnya mewaris-kan malapetaka bagi rakyat
Indonesia. Seluruh mihnah (tragedi) kemanu-siaan yang terjadi di belahan bumi
lainnya, yang membuat manusia sedu-nia menitikkan air mata kepedihan, hal yang
sama juga terjadi di negeri ini. Kedua, menggugah kesadaran dan semangat
pembelaan kaum musli-min terhadap saudaranya yang teraniaya. Bukankah
Rasulullah saw. pernah bersabda: “Tolonglah saudaramu yang dizalimi dan yang
menza-limi”, ujar beliau suatu ketika. “Menolong saudara yang dizalimi, kami
sudah tahu. Tapi bagiamana menolong orang yang menzalimi?”, tanya para sahabat.
“Hendaklah kamu sekalian melarangnya berbuat zalim”, jawab beliau tegas.
Ketiga, seluruh rentetan tragedi yang menimpa bangsa Indonesia, dan menyebabkan
negeri ini termasuk dalam daftar pelanggar HAM paling parah di dunia, terjadi
setelah berlakunya asas tunggal pancasila bagi organisasi-organisasi politik dan
kemasyarakatan, dan dipertahankannya undang-undang subversi sebagai alat
pem-bungkam suara-suara yang. Oleh karena itu, desakan untuk mencabut kedua hal
tersebut dari masyarakat yang cinta keadilan, menghargai kemanusiaan dan
demokrasi, harus ditingkatkan.
Apakah
buku ini telah merekam segala bentuk diskriminasi rezim Soeharto terhadap umat
Islam? Buku ini memang tidak mengungkapkan seluruh fakta diskriminasi rezim
Soeharto terhadap kaum muslimin. Peristiwa Lampung berdarah belum terekam.
Bukit tengkorak dan ribuan kasus pemerkosaan di Aceh, juga belum ditampilkan.
Hal itu bisa dime-ngerti, sebab buku ini diterbitkan sebagai sebuah laporan
pelanggaran HAM oleh Amnesti internasional untuk pertamakalinya tahun 1989,
ketika kasus Lampung baru disidangkan dan tragedi Aceh belum dimulai. Walau
demikian, fakta-fakta yang terungkap dalam buku ini bisa menjadi starting
point, titik awal untuk mengungkapkan bentuk-bentuk diskrimi-nasi politik
lainnya.
Dengan
tujuan yang seperti itu, adalah bijaksana jika pemerintah orde reformasi di
bawah pimpinan presiden ke tiga RI, Prof. Dr. Ing Burha-nuddin Jusuf Habibie,
berkenan mengangkat isi buku ini sebagai bahan pertimbangan bagi pembebasan
Napol muslim yang kini masih mering-kuk di penjara, demi keadilan, demi
meningkatkan harkat kemanusiaan dan demi menghilangkan kesan diskriminasi.
Seperti dengan jelas terung-kap dalam buku ini, para napol muslim ditahan bukan
lantaran perbuatan yang benar-benar mereka lakukan, melainkan rekayasa politik
rezim Soeharto untuk membungkam suara kaum muslimin di negeri ini. Bahkan tidak
sedikit di antara mereka yang dituduh merencanakan makar kepada pemerintah yang
sah, tapi malah dihukum sebagai pelaku makar.
Akhirnya,
setiap orang dapat mengambil pelajaran dari tragedi kema-nusiaan yang diungkap
dalam buku ini. Tentang penyebab serta akibat yang ditimbulkan dari berbagai
kasus yang ada di dalamnya. Bahwa kezaliman penguasa, apapun alasannya pada
akhirnya pasti menimbul-kan bencana, dan rakyat selalu menjadi korbannya. Maka
camkanlah sabda rasulullah saw ini :”Siapa saja membikin puas penguasa dengan
cara yang dimurkai Allah, maka ia mengeluarkan diri dari agama Allah”. (Hr.
Al-Hakim).
Dan
Allah Ta’ala bertanya dengan firman-Nya: ”Belumkah tiba masa-nya bagi
orang-orang beriman untuk tunduk hatinya mengingat Allah dan kebenaran yang
telah turun (kepada mereka). Janganlah mereka seperti orang-orang yang telah
diturunkan kepada mereka kitab sebelum mereka. Kemudian telah lama masa yang
mereka tempuh, lalu hati mereka menjadi kesat. Dan kebanyakan mereka
orang-orang fasik”. (Qs. Al-Hadid, 57:16)
Dengan
pertolongan Allah, semoga penerbitan buku ini dapat men-capai tujuannya. Dan
pemerintah orde reformasi, mudah-mudahan tidak mengulangi kesalahan rezim
pendahulunya, sehingga tahun-tahun sub-versi di Indonesia segera menjadi masa
lalu, dan jangan lagi menjadi tradisi politik pemerintah yang datang kemudian.
Ini adalah harapan serta aspirasi rakyat Indonesia. Mengabaikannya berarti buta
tuli terhadap suara rakyat, dan masa bodoh terhadap keadilan serta kemanusiaan.
Komentar
Posting Komentar