CATATAN HITAM LIMA PRESIDEN INDONESIA

 



Buku yang ada di tangan Anda mulanya akan diberi judul, Jalan Baru Membangun Indonesia. Namun, setelah melihat perkembangan dan berbagai peristiwa tujuh bulan terakhir, serta masukan berbagai kalangan, maka judulnya diubah menjadi, Catatan Hitam lima Presiden Indonesia: Sebuah Investigasi 1997-2007, Mafia Ekonomi, dan Jalan Baru Membangun Indonesia.

Sebagaimana dipaparkan dalam buku ini, Reformasi, yang datang seiring badai krisis, memang berhasil memaksa sang diktator 32 tahun Soeharto lengser keprabon, tapi tak semua masalah langsung bisa dibereskan. Sebagian besar masalah-masalah yang bersifat fundamental justru tak tersentuh reformasi. Salah satu sebabnya adalah hilangnya kesempatan mereformasi system ekonomi dengan kreativitas sendiri. Karena terlalu menggebu ingin mengganti rezim refresif, kurang akuratnya diagnosis kaum reformis dan belum terstrukturnya konsep-konsep perbaikan, maka pemerintah Indonesia waktu itu lebih dulu membeli resep dari mentornya yang lama IMF.

Ini memang aneh, tapi itulah yang terjadi di belakang panggung reformasi hanya beberapa bulan sebelum sang jendral besar menyatakan diri berhenti . Dalam kehidupan sehari-hari biasanya orang tidak mau datang ke dokter yang sama dua kali, bila pada kali pertama si dokter telah memberi obat yang salah. Apalagi sampai mengakibatkan berbagai komplikasi berbahaya .

Pemilik mobil juga tidak datang ke bengkel yang sama dua kali, bila pada kali pertama bengkel itu telah menyebabkan kerusakan mobil menjadi lebih parah. Sebaliknya pemerintah Soeharto yang panik kembali ke pelukan sang mentor, seperti dipaparkan buku ini, justru setelah terbukti resep-resep yang diberikan gagal. Indonesia tak jadi tinggal landas setelah 30 tahun menjalankan resep- resep itu. Lalu pemerintah setelah Soeharto pun dipaksa menjalankan resep- resep sang mentor dengan umpan dana yang dimilikinya. Akibatnya setiap upaya perbaikan dengan mengerahkan kemampuan kreatif menjadi marginal dan mandeg .

Buku ini merupakan hasil penelusuran jurnalistik selama 10 tahun, sekaligus analisis kritis yang komprehensif mengenai setiap peristiwa yang berlangsung selama itu. Saya sengaja tidak memberinya satu bab khusus sebagai pendahuluan. Sebab bila ada pendahuluan, maka tuntutan berikutnya adalah bab khusus penutup di akhir yang isinya kesimpulan. Penyusunan buku seperti itu memang cocok untuk tulisan-tulisan atau disertasi ilmiah di kampus- kampus. Namun, untuk buku susunan seperti itu menjadi tidak pas dan tampak kuno. Sebab kesimpulan yang diambil sangat menggurui pembaca dan merusak kenikmatan membaca . Penulis seperti itu seakan takut pembaca akan mempunyai kesimpulan lain.

Buku ini memang saya canangkan menjadi buku yang paling komprehensif memotret Indonesia selama sepuluh tahun terakhir. Di dalamnya ada sejarah heroik dan menegangkan selama berlangsungnya reformasi yang mengalir bersama krisis ekonomi. Upaya-upaya mengatasinya dari satu kabinet ke kabinet yang lain, baik yang membawa hasil positif maupun yang blunder dan hanya membuang-buang waktu. Kadang saya sengaja membiarkan para pelaku, baik di dunia bisnis maupun politik, berbicara sendiri menanggapi situasi, agar pembaca dapat menangkap setiap peristiwa dalam nuansa dan ruang waktu saat kejadian itu sedang berlangsung.

Buku ini adalah kado kemerdekaan saya buat republik, SBY- JK dan kabinetnya, para pakar, pengamat ekonomi, para wakil rakyat, dan tokoh-tokoh LSM, serta media massa dan generasi baru Indonesia. Setidaknya agar krisis serupa tidak terulang lagi di masa depan. Buku ini jelas tidak sempurna. Masih banyak kekurangan di sana-sini. Tentu masih banyak pula masalah yang tidak dibahas. Padahal bagi banyak kalangan mungkin itu merupakan hal penting yang mesti ada.

Hal-hal seperti itu memang tak bisa dihindari. Apalagi bila diingat negeri ini belum lagi memasuki masa senjanya. Masih banyak peristiwa yang sedang dan akan berlangsung di negeri dengan 17 ribu pulau lebih ini. Namun, satu hal yang sudah pasti adalah buku ini harus dimulai dari satu titik dan berhenti di titik lain. Kalau tidak buku ini tak bakal bisa terbit.

Buku ini tidak di tujukan untuk menyenangkan semua orang seperti cerita pengantar tidur, tetapi untuk memberi pencerahan kepada anak bangsa dengan cara memberi gambaran apa adanya tentang tanah air tercinta. Setidaknya agar muncul ide-ide kreatif untuk menyelesaikanya. Saya telah berusaha melihat segala sesuatunya dari segala sisi. Namun tentu saja masih ada sisi-sisi lain yang terluput, tapi terlihat oleh orang lain.

Komentar