MADILOG: TAN MALAKA
Mokojobi,
15-6-2602. tanggal opisil kini, waktu saya menulis “Madilog”. Dalam perhitungan
“tuan’’ yang sekarang sedang jatuh dari tahta pemerintahan Indonesia itu bersamaan
dengan Donderdag Juli 15, 1942. Murid bangsa Indonesia yang bersekolah Arab dekat
tempat saya menulis ini, menarikkan pada hari kamis, bulan Radjab 30, 1362. Semua
itu memberi gambaran, bahwa Indonesia sebenarnya belum bertanggal berumur sendiri.
Indonesia tulen belum timbul dari tenggelamnya berabad-abad itu. 11 Juli 1942
petang, saya sampai di Jakarta. Saya meninggalkan Telokbetong pada 7 Juli. Rupanya
sama dengan tanggal Ir Sukarno meninggalkan Palembang. Tetapi ada perbedaan. Kapal
yang saya tumpangi cuma perahu layar tak lebih dari 4 ton, tua dan bocor
walaupun namanya merdu bunyinya "Sri Renyet”. Perahu layar ini sama sekali
menjadi permainan angin saja. Kalau angin dari belakang majulah dia. Kalau dari
muka berlabuhlah dia, walaupun dekat karang, kalau dia tak mau dibalikkan
kembali atau ditenggelamkan. Kapal Ir. Sukarno kabarnya ditarik oleh kapal
motor Jepang. Sebab itu walaupun sama waktu berjalan dan saya dua kali lebih
dekat dari Ir. Sukarno ke tempat yang dituju, saya dua kali selama dia di jalan
baru sampai.
Ada
lagi perbedaan. Walaupun pembuangan saya dua kali pula selama pembuangan Ir. Sukarno
yang 10 tahun itu dan saya sebetulnya bukan dikembalikan dengan resmi,
melainkan kembali sendiri saya belum boleh bekerja dengan terbuka. Sedangkan
Ir. Sukarno sudah “diberi” izin buat membikin “propaganda”. Dalam “Sinar
Matahari” diterbitkan oleh Kepala Bagian Umum dari barisan propaganda Dai
Nippon Palembang dalam No. 49, Kayobi atau Selasa, 23-6-2602, dalam artikel “Di
Barisan Depan’’ tuan Sukarno menganjurkan pada Rakyat Indonesia bekerja” bersama-sama
sekuat-kuat tenaga dengan Dai Nippon. Sebab, hanya dengan bekerja bersama sama
dengan Nippon, kita akan dapat mencapai cita-cita kita Indonesia Raya dalam
lingkungan Asia Raya’’. Senin 13 Juli (jangan takut sama angka 13), Ir. Sukarno
berjabatan tangan dengan Drs. Muhammad Hatta pemimpin Nasionalis Indonesia yang
setingkat tingginya dengan Ir. Sukarno sama-sama cerdik pandai, terpelajar,
berani, tahan dan rela menderita kesukaran hidup, yakni sampai Jepang masuk.
Disamping
gambar tertulis : “Ir. Sukarno dan Drs. Muhammad Hatta berjabatan tangan sebagai
pengakuan bekerja bersama-sama guna masyarakat.” Dengan hampa tangan saya cari
tulisan kedua pemimpin tadi yang bersangkutan dengan persoalan. 1. bagaimana
tata negara Asia Raya, 2. Bagaimana kedudukan Indonesia Raya dalam Asia Raya
cetakan militer Jepang itu, 3. Bagaimana tata negara Indonesia Merdeka sendiri,
4, 5…………ad.infinitum, yakni tidak berhenti seterusnya …………Kesimpulan: kedua
pemimpin nasionalis sudah mulai menjalankan cita-citanya, ialah di bawah ujung pedang
Samurai.
Akhirnya
perbedaan yang ketiga. Sedangkan kedua pemimpin tersebut disambut dengan kegirangan
oleh pengikutnya secara resmi, seperti "bever’’ (berang-berang – catatan
editor) yang terkenal tinggal di lubang yang dibikinnya di bawah air itu, saya
masuk mesti memakai segala anggota keawasan, yang memang sudah terlatih dalam
pelarian yang lebih dari 20 tahun lamanya. Apabila kelak sudah pasti bahwa
golongan (klas) yang saya pertahankan selama ini boleh menjalankan haknya, maka
barulah kelak saya akan meninggalkan "sarang’’.
Komentar
Posting Komentar