SINKRONISASI ANTARA AKAL DAN PERASAAN DALAM PENDIDIKAN-ARISTOTLE

 



Oke, menurut temen-temen apa sih itu pendidikan? apa fungsi pendidikan menurut temen-temen? Untuk mencari uang? dengan pendidikan nantinya akan mendapatkan sertifikat atau ijazah yang nantinya digunakan untuk mendapatkan pekerjaan? Semakin tinggi tingkatan yang kita tempuh dalam pendidikan semakin tinggi pula kesempatan kita mendapatkan penghasilan pada suatu pekerjaan nantinya saat kita bekerja. Apakah itu tujuan kita menempuh pendidikan?

Bagaimanapun memang mau tidak mau itu adalah realita dan kita pasti akan merasakannya dan melakukannya. Oke mungkin dilain waktu kita akan memperdalam masalah itu. Karena kali ini kita akan membahas suatu persoalan yang cukup berbeda, namun memang ada sedikit kaitannya dengan apa yang sudah saya jelaskan tersebut diawal.

Oke, kali ini, disampaikan oleh seorang fisfuf yaitu Aristoteles berbicara mengenai pendidikan. Bahwa menurutnya, pendidikan bukanlah soal akal semata. Melainkan memberikan perasaan yang lebih tinggi pada sebuah akal, yang berguna mengatur nafsu.

Menurut temen-temen apa yang terkandung dalam pemikiran Aristoteles tersebut tentang pendidikan? Oke gua akan mencoba untuk mengkajinya sedikit demi sedikit, dan ini adalah opini pribadi saya dalam mengkaji ini.

Bahwa mungkin apa yang dimaksud oleh aristoteles ini mengenai pendidikan adalah, bahwa dalam pendidikan sejatinya atau seharusnya bukan hanya dalam peningkatan intelegent quotient semata, berupa taraf angka yang merupakan tolak ukur kecerdasan seorang murid. Atau biasa kita kenal juga dengan kecerdasan otak. Namun dengan melihat apa yang diungkapkan oleh Aristoteles tersebut, tidak hanya soal kecerdasan inteletual semata yang menjadi topik utama dalam sebuah pendidikan, melainkan pendidikan juga soal moral quotient dan religius quotitent. Mengapa hal tersebut?

Pendidikan, naah dari pendidikan tersebut bukan hanya akal semata-mata tetapi juga dengan menambahkan perasaan kedalam sebuah akal, perasan tersebut adalah moral quotient dan religius quotitent. Dengan menggabungkan antara akal dan perasaan akan mengatur atau mengendalikan sebuah tindakan manusia dalam kehidupannya. Karena output yang berupa tindakan manusia tersebut selain dari akalnya juga dari nafsu seorang manusia itu sendiri.

Oke, dari sini coba temen-temen pahami apa yang sudah saya jelaskan. Apabila belum paham, misal kita mencoba untuk mengkaji sebuah contoh. Apa hubungan antara pendidikan, akal, perasaan dan nafsu.

Misalnya tingginya tingkat korupsi pada suatu negara, karena sejatinya orang korupsi berasal dari orang yang pendidikan, artinya mereka pernah menempuh baik itu pendidikan di Universitas dengan gelar sarjana, master, bahkan hingga doctor. Lalu apa yang membuat mereka bertindak melakukan korupsi?

Kemudian dengan kita mengaplikasikan pemikiran aristoteles dengan fenomena ini, kita akan melihat berarti pendidikan yang mereka fokuskan hanya pada kecerdasan intelektual semata, tidak diikuti dengan moral quotient dan religius quotitent yang pada akhirnya menghasilkan output yang cacat, mereka akan mengesampingkan hati dan perasaan demi mengedepankan nafsunya.


Komentar